Rencana Festival I La Galigo di Soppeng
Memang rencana Festival I La Galigo ini di Soppeng, secara juridis formal belum mendapatkan persetujuan dari penentu kebijakan di daerah ini, tetapi sesuai pembicaraan antara Bupati Soppeng H. A. Kaswadi Razak, SE yang saat ini sedang menunaikan ibadah umrah sehingga pembicaraan pun kepadanya hanya bisa melalui ponsel. Tetapi rencana ini Bupati sudah menyetujui. Nanti kalau pak Bupati sudah kembali dari Tanah Suci Makkah, tinggal menandatangani administrasi berkaitan dengan rencana ini. Pembicaraan kan tetap berjalan seperti biasanya meski hanya melalui HP.
Hal ini dibenarkan Ketua Badan Promosi dan Pengembangan Daerah (BPPD) Kabupaten Soppeng Farouk M Adam yang ditemui di Sekretariat Panitia Festival La Galigo , di Hotel Makmur Watansoppeng,
Terkait penyelenggaraan Festival ini, Ketua Badan Promosi Pengembangan Daerah (BPPD) Kabupaten Soppeng Farouk M Adam mengatakan, kita sangat berharap kiranya hajatan ini dapat berjalan dengan baik dan sukses. Festival ini rencananya akan digelar pada 17-23 Desember 2018.
Apa itu I La Galigo ?
“Surek I La Galigo?”.
Surek I La Galigo, biasa juga disebut Surek Selléang adalah mitologi orang Bugis yang mengkisahkan kehidupan Datu Patoto, Batara Guru, keluarga dan keturunannya.
Menurut para ahli pernaskahan, surek Galigo, merupakan hasil kesusasteraan yang terpanjang di dunia, terdiri dari beberapa episode.
Perlu diketahui, I La Galigo mempunyai dua pengertian, yaitu;
I La Galigo adalah anak dari Sawerigading dari isterinya yang bernama I We Cudai; dan
I La Galigo adalah judul sebuah buku, yaitu buku kumpulan ringkasan Surek Galigo oleh R. A. Kern, yang diterjemahkan oleh La Side dan Sagimun MD. Peneribit Gajah Madah Univesity Press; dan Transliterasi dan terjemah dari Naskah NBG 188 yang disusun oleh Retna Kencana Colli PojiE.
Menarik untuk dilihat dalam naskah lonta I La Galigo jilid XI halaman 311 ketika Sawerigading bertanya kepada I La Galigo sebagai berikut :
“Iga asengmu ?”
I La Galigo asekku Puwang
To Tesséoja pattellarekku,
To Tessémagga pappasawekku,
Apa’ ia na kuriaseng I La Galigo, maggali-gali garé’ parekkusenna ncajianngénnga’
naia muwa kuriaseng To Tessémagga, tessita
turnrupa I datu puwakku kutudang cero,
naia muwaré kuriaseng To Tessiwoja, lé tessiwoja
turunrupa I Datu Puwakku kutudang cero,
Artinya
“I La Galigo namaku tuanku
To Tessiwoja gelarkku,
To Sémagga panggilanku,
Sebabnya maka aku diberi nama I La Galigo, rumit
sekali jodoh pertunangan yang melahirkanku,
adapun maka aku dipanggil To Tessémagga, karena
tak saling menampak wajah raja tuangku hingga aku menjadi janin.
Adapun hingga aku di gelar To Tessiwoja, karena tak
Saling mengenal wajah raja tuanku hingga aku menjadi janin.
Sekadar diketahui, naskah I La Galigo telah dikukuhkan oleh UNESCO (PBB) pada akhir 2012 lalu sebagai Memory Of The World, karya agung warisan sastra dunia yang lahir dari rahim Bugis Sulawesi Selatan.
Masih kata Farouk M Adam, Budaya ini akan digelar selama 7 hari 7 malam, beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan dalam Festival ini, meliputi; Seminar Internasional, Tudang Sipulung, Pengukuhan Umpungeng sebagai Med Poin/ Center Poin Indonesia, Penyajian Sastra dan Tradisi Lisan, Massureq, Permainan Rakyat, Pentas lagu lagu rakyat, Kirab Budaya Berciri I La Galigo dan Pameran Budaya” ujarnya
Menurut Farouk, Festival yang mengusung tema, “I La Galigo dalam Bingkai Keberagaman Budaya Nusantara,” dengan Subtema, “Soppeng dalam Lintasan Peradaban La Galigo,” akan dihadiri oleh peserta dari berbagai penjuru Nusantara dan dari luar negeri.
“Rencananya, Festivalnya akan dilaksanakan di tiga tempat dan tersebar di 3 lokasi, masing-masing di Kecamatan Marioriawa, Kecamatan Lalabata dan di Kecamatan Marioriwawo” tandasnya