jurnaltime.co.id SOPPENG- Pasca-kejadian penghadangan yang diduga melibatkan tim Pasangan Calon (Paslon) 02 di wilayah Cabbeng pada Senin malam (4/10) sekitar pukul 20.00 WITA, situasi di Soppeng semakin memanas. Insiden tersebut kini menjadi perdebatan panjang yang mengundang tanda tanya, terutama bagi Tim Direktorat Hukum Paslon Bupati Andi Mapparemma.
Salah satu kekecewaan yang mencuat adalah pernyataan Kapolres Soppeng yang dinilai terburu-buru dan tidak obyektif dalam menilai kejadian tersebut.
Dalam sebuah pemberitaan beberapa hari lalu, Kapolres Soppeng menyatakan bahwa oknum pemuda yang sempat terlihat memegang benda tajam dalam penghadangan tersebut, ternyata hanya memegang “besi patahan kursi”, bukan senjata tajam (sajam). Pernyataan ini langsung menuai kritik keras, termasuk dari Direktur Tim Direktorat Hukum dan Advokasi Paslon Andi Mapparemma, Arham MSi La Palellung.
“Saya sangat menyesalkan pernyataan Kapolres yang begitu cepat menarik kesimpulan tanpa melakukan klarifikasi mendalam,” kata Arham, Kamis (7/11/2024) di Makassar.
Menurutnya, pernyataan Kapolres yang terkesan tergesa-gesa tersebut justru memperburuk situasi, sebab dalam rekaman video yang beredar, jelas terlihat tindakan penghadangan yang menimbulkan trauma, terutama bagi tim siAP-ADA, khususnya tim Srikandi yang menjadi saksi langsung.
Lebih lanjut, Arham menegaskan bahwa jika benda yang dipegang oknum tersebut bukan sajam, maka benda itu pasti tumpul.
“Kalau bukan sajam, berarti benda itu tumpul. Lalu untuk apa benda tersebut diacung-acungkan di hadapan iring-iringan pendukung siAP-ADA?”. ujar Arham dengan nada penuh tanya.
Ia mengingatkan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ada aturan yang melarang penggunaan senjata tumpul yang berpotensi dijadikan alat pemukul dalam situasi seperti ini.
Arham menambahkan bahwa pihaknya tidak berniat memperpanjang soal pasal-pasal yang berlaku, namun menegaskan bahwa pihak penegak hukum seharusnya lebih memahami konteks peristiwa ini. Jika pihak 02 beralasan bahwa penghadangan tersebut merupakan dampak dari gas kendaraan, Arham menilai seharusnya mereka mengadukannya kepada penegak hukum, bukan justru mengambil langkah main hakim sendiri.
“Kami meminta dengan tegas agar Polres Soppeng segera menindaklanjuti pengaduan resmi yang telah kami sampaikan beberapa hari lalu. Kami ingin menciptakan Pilkada yang damai, agar masyarakat Soppeng dapat melihat bahwa Polres Soppeng hadir sebagai pengayom untuk semua pihak, tanpa keberpihakan,” tegas Arham.
Lebih jauh Arham menyebutkan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan untuk melakukan koordinasi dengan Polda Sulsel dan meminta supervisi terkait perkembangan kasus ini.
“Kami berharap agar proses hukum dijalankan secara transparan dan profesional, agar tidak ada pihak yang merasa terzalimi,” tutupnya.
Kasus ini menunjukkan adanya ketegangan dalam proses Pilkada Soppeng yang seharusnya bisa dihindari jika penegakan hukum berjalan dengan objektivitas dan keadilan.
Polres Soppeng diharapkan dapat segera memberikan penjelasan yang lebih komprehensif agar masyarakat tidak semakin ragu terhadap independensi dan kredibilitas aparat penegak hukum di daerah tersebut.